Senin, 20 November 2017

Disiplin 01

Pernah mencoba menjadi salah satu dari bagian keteraturan alam ? Kini aku sedang mencobanya. Menjadi bagian dari keteraturan hidup seorang karyawan.

Mungkin tak bisa disamakan kedua hal yang sama sekali jauh dari kemiripan. Alam bergerak dalam keteraturan yang sarat dengan disiplin yang ketat. Matahari terbit di pagi hari dan jam yang kita yakini berputar konsisten sesuai alurnya menunjukan matahari kadang tak nampak di jam yang sama, namun sinarnya tak pernah berubah. (yang berubah hanya lapisan ozon yang terus menipis)
Melakukan sesuatu yang konsisten dalam aturan kedisplinan yang tinggi pada dasarnya membutuhkan penggunaan kesadaran yang sangat tinggi. Saya rasa lebih tinggi dari kecerdasan yang kita gunakan. Karena dalam pandangan saya pribadi, orang menggunakan kecerdasan untuk menemukan sesuatu yang baru dan bersifat membantu sistem yang sudah lama, sedangkan kesadaran adalah mempertahankan sesuatu itu dalam kurun waktu tertentu.

Kesadaran kita dipagi hari membawa alam pikiran kita untuk terjaga, tapi kadang kesadaran itu tak berfungsi secara alami. Kita akan terbangun dengan bantuan alarm untuk menjadi disiplin, itu adalah salah satu cara untuk membiasakan disiplin, bukan menciptakan disiplin.

Dalam beberapa hal, saya selalu mencoba untuk bangun lebih awal, setidaknya jam 5 sudah beranjak dari tempat tidur. Alhasil jam 5 saya berhasil membuka mata saya, namun tubuh saya belum sepenuhnya terbangun dari istirahatnya. Beberapa orang mengatakan mungkin saya perlu dorongan untuk mau bergerak, selain alarm untuk membangunkan mata saya, tetapi juga sebuah dorongan paksa seperti jatuh dari kasur, disiram dengan air atau mungkin kesetrum. Saya yakin itu dapat memaksa tubuh untuk bangun dari tidurnya. Tapi hal itu belum menciptakan disiplin dari dalam diri.

Mungkin ini terasa muluk dan cenderung arogan, mengatakan sebuah aktifitas rutin yang terorganisir secara konsisten belum mencapai disiplin diri. Terkadang disiplin itu adalah latihan, dan pada akhirnya latihan menciptakan kebiasaan, sehingga akan ada rasa sadar akan kebiasaan yang diperoleh dari berlatih secara terus menerus. Tapi pada intinya alam semesta tidak mengingat kebiasaan yang pernah mereka latih selama ini, mereka bergerak secara teratur dan disiplin berdasarkan kesadaran akan siapa dan apa mereka. Pertanyaannya, jika kita lupa siapa kita, apakah kita masih ingat akan latihan yang kita lakukan untuk mencapai disiplin itu?
Ada kalanya kita bisa berasumsi bahwa ketika lapar, perut kita secara automatis mencari makanan. Layaknya sebuah kegiatan yang sudah terlatih bertahun-tahun lamanya. Tapi biasanya orang menyebutnya insting bertahan hidup. Sehingga pada waktu-waktu tertentu, secara disiplin kita sarapan di pagi hari, makan siang atau makan malam di waktu yang telah ditentukan oleh perut kita. Bukan oleh jam tangan kita atau waktu buatan manusia. Ada kalanya kita makan di jam yang telah ditentukan, dan kebiasaan ini menciptakan sebuah kebiasaan. Alam sangat terikat dengan unsur yang ada disekitarnya, maka perut kita pun sangat terikat dengan aktifitas yang kita lakukan.

Keteraturan alam sangatlah sistematis, keterikatan antara satu unsur dengan unsur lainnya sangat erat. Seperti perubahan suhu panas bumi yang menyebabkan perubahan siklus iklim di suatu tempat. Kita umumnya yang hidup di era 90an terbiasa memprediksikan hujan turun antara bulan Oktober hingga Maret dan musim kemarau dari bulan April hingga September. Namun ternyata siklus inipun berubah seiring perubahan alam. Unsur yang dimaksud seperti pemanasan suatu wilayah yang dikarenakan adanya peningkatan suhu buatan. Manusia juga mengalami perubahan unsur yang sama. Contohnya jika kita biasa makan di siang hari sekitar jam 12 – 13.0 0, dikarenakan aktifitas fisik yang kita perbuat, maka energi banyak terkuras, sehingga kebutuhan perut untuk menyerap nutrisi dipercepat, mungkin sekitar jam 11 – 12.00 perut kita sudah keroncongan, dan insting bertahan hidup kita mulai berjalan. Disiplin tubuh untuk menyeimbangkan seluruh fungsinya adalah suatu siklus alam yang terjadi secara teratur.
Inti dari disiplin yang saya maksud adalah pencapaian kesadaran yang setara dengan kesadaran alam. Dimana pergerakan yang teratur bisa tercipta untuk keseimbangan tubuh dan pikiran. Menjadi disiplin layaknya pohon yang menggugurkan daunnya tepat di musim semi, adalah sebuah disiplin naluriah yang sudah tertanam dalam gen pohon dan manusia memiliki kemampuan menjadi disiplin, namun alam pikiran menciptakan banyak pertimbangan dalam memutuskan sebuah keputusan yang naluriah. Nalurinya seorang manusia dalam melakukan sesuatu pasti berfikir terlebih dahulu, tapi pemikiran-pemikiran itu dapat dengan mudah dipengaruhi dengan perasaan dan keinginan. Mungkin perbedaan yang mendasar antara pohon dan manusia adalah keinginan yang mempengaruhi alam pikiran.

Saya yakin setiap makhluk punya keinginan, suatu bentuk eksistensi dari sebuah energi yang bergerak terus. Keinginan yang mendasar dari dalam alam bawah sadar manusia adalah sebuah energi halus yang menyatu dengan hasrat alam semesta, yang tidak lain adalah mencapai keseimbangan.

Selasa, 05 Januari 2016

Apa yang kau pikirkan untuk jadi dirimu sendiri ?


Sebuah pertanyaan yang sulit bukan. Coba kau pikirkan dirimu dalam ketakutan, bisakah kau menjadi dirimu yang pemberani ? atau pikirkan dirimu dalam emosi yang sangat menggebu-gebu dan penuh dengan gairah, bisakah kau menjadi dirimu yang pemalu, lesu dan sebagainya. Atau dengan kata lain bisakah kau jadi dirimu yang sebaliknya dalam kondisi yang sebenarnya.

Aku , pada dasarnya sudah hampir merusak saraf kenormalan otakku. Bayangkan saja saat kau harus ketakutan, dihadapanmu ada seorang bapak tua yang membawa parang mendatangimu di tengah malam karena kau sedang memainkan video game kesayanganmu dengan suara yang sangat keras. Kau tersenyum ketakutan dan meminta maaf, dengan lekas mematikan video game mu. Pertanyaanku mengapa aku tersenyum ? saat itu aku tidak sedang mabuk, dan bahkan aku belum menjadi seorang peminum. Jadi saat itu aku ketakutan dengan senyum diwajahku. Aku tahu tanganku terasa dingin, dan tubuhku siap melompat apabila parangnya terbang kearahku, tapi untuk beberapa lama aku tersadar dan mulai merubah wajahku kewujud yang seharusnya.

Hal yang sulit untuk diriku terima adalah kebiasaan menjadi sebaliknya. Entah sejak kapan ini dimulai, tapi ini menjadi masalah yang sangat besar. Terkadang kau lapar dan kau ingat ini hari dimana kau harus diet. Sebagai seorang yang sedang menjalankan diet puasa, aku harus punya komitmen dalam diriku. “AKU BERJANJI AKAN MENJADI KURUS DALAM 1 MINGGU”, dan semua itu hanyalah omong kosong. Karena ketika berat badanku ternyata sudah turun hanya dalam waktu 3 hari, di 4 hari kemudian aku rasa komitmen itu bias dilonggarkan sedikit. Hm…. Dan 1 minggu berakhir tanpa pengurangan sedikitpun, meskipun ada kebanggan dalam hatiku untuk 3 hari pertama. Tapi tetap saja diriku ini rasanya seperti “Omong Kosong”.

Mungkin kesalahanku dimulai ketika aku mulai memahami sesuatu dengan cara yang berbeda. Seperti ketika masa-masa alay dimana aku galau karena cinta. Atau saat aku kesepian. Yah, semua itu perasaan yang terlalu berlebihan, dan aku sadar itu adalah bom atom yang menghancurkan otakku sampai sekarang. Bicara tentang perasaan, mungkin sesuatu yang berbanding terbalik dengan dirimu, maksudku otakmu atau maksudku otakku. Terkadang diriku yang gentlemen bisa jadi feminine karena perasaan. Dan hal terburuk dari diriku adalah benci untuk tidak gentle. Pada dasarnya bukan salah otakku ketika perasaan mempengaruhi, tapi akan lebih memalukan jika perasaan menjadikan otakku tidak seperti gentlemen.

Ini buruk, mungkin terlalu banyak bicara tentang diriku adalah karakter dari perasaanku. Sungguh ! menulis kondisimu dalam beberapa paragraph untuk menunjukan beberapa masalah dalam dirimu rasanya seperti wanita yang merengek didepan sahabatnya karena sesuatu yang disebut “cinta”, sangat berbau perasaan. Tapi jika aku tak menulis hal ini dalam beberapa kalimat yang mungkin panjang, maka ini akan menjadi permasalahan bagi otakku yang berharap jadi gentle tapi kalah dengan perasaan malas untuk berubah. Hahaha….

Baiklah, setelah aku mencoba memahami diriku lebih dalam. Akhirnya aku menemukan dua hal yang menjadikan beberapa masalah dalam hidupku, khususnya bagi otakku dan perasaanku, yaitu otak dan perasaan. Maksudku pikiran dan perasaan. Ketika aku sebagai perasaan adalah sesuatu yang cukup feminine namun tetap gentle melakukan sesuatu yang membosankan dan mungkin tak berharga, bisa jadi aku akan sangat terlihat lesu, lemah, bahkan agak gemulai. Menjijikan memang untuk pikiranku, tapi apa daya pikiranku adalah sesuatu yang maskulin, cuek, tegas walaupun sebenarnya “masa bodo”, cukup perfectionist tapi jauh dari kesempurnaan (karena kesempurnaan tanpa perasaan itu kaku).


Jadi untuk pertanyaan yang sederhana itu, mungkin pikiranku mencoba mengkambing hitamkan perasaan untuk menjelaskan siapa aku yang sebenarnya, padahal sesungguhnya aku adalah keduanya. Petanyaan yang mulai aku sadari, mengapa aku tak mengkui keduanya sebagai satu kesatuan ? (Boleh juga pemikiran itu). Jika aku katakana akulah keduanya maka aku adalah orang ketiga dari pikiran dan perasaan. Ya ! Aku…. Aku, pikiran dan perasaan. Aku rasa aku sudah terlalu berlebihan memikirkan tentang diriku untuk menjadi diriku sendiri. Hahahaha…..