Selasa, 05 Januari 2016

Apa yang kau pikirkan untuk jadi dirimu sendiri ?


Sebuah pertanyaan yang sulit bukan. Coba kau pikirkan dirimu dalam ketakutan, bisakah kau menjadi dirimu yang pemberani ? atau pikirkan dirimu dalam emosi yang sangat menggebu-gebu dan penuh dengan gairah, bisakah kau menjadi dirimu yang pemalu, lesu dan sebagainya. Atau dengan kata lain bisakah kau jadi dirimu yang sebaliknya dalam kondisi yang sebenarnya.

Aku , pada dasarnya sudah hampir merusak saraf kenormalan otakku. Bayangkan saja saat kau harus ketakutan, dihadapanmu ada seorang bapak tua yang membawa parang mendatangimu di tengah malam karena kau sedang memainkan video game kesayanganmu dengan suara yang sangat keras. Kau tersenyum ketakutan dan meminta maaf, dengan lekas mematikan video game mu. Pertanyaanku mengapa aku tersenyum ? saat itu aku tidak sedang mabuk, dan bahkan aku belum menjadi seorang peminum. Jadi saat itu aku ketakutan dengan senyum diwajahku. Aku tahu tanganku terasa dingin, dan tubuhku siap melompat apabila parangnya terbang kearahku, tapi untuk beberapa lama aku tersadar dan mulai merubah wajahku kewujud yang seharusnya.

Hal yang sulit untuk diriku terima adalah kebiasaan menjadi sebaliknya. Entah sejak kapan ini dimulai, tapi ini menjadi masalah yang sangat besar. Terkadang kau lapar dan kau ingat ini hari dimana kau harus diet. Sebagai seorang yang sedang menjalankan diet puasa, aku harus punya komitmen dalam diriku. “AKU BERJANJI AKAN MENJADI KURUS DALAM 1 MINGGU”, dan semua itu hanyalah omong kosong. Karena ketika berat badanku ternyata sudah turun hanya dalam waktu 3 hari, di 4 hari kemudian aku rasa komitmen itu bias dilonggarkan sedikit. Hm…. Dan 1 minggu berakhir tanpa pengurangan sedikitpun, meskipun ada kebanggan dalam hatiku untuk 3 hari pertama. Tapi tetap saja diriku ini rasanya seperti “Omong Kosong”.

Mungkin kesalahanku dimulai ketika aku mulai memahami sesuatu dengan cara yang berbeda. Seperti ketika masa-masa alay dimana aku galau karena cinta. Atau saat aku kesepian. Yah, semua itu perasaan yang terlalu berlebihan, dan aku sadar itu adalah bom atom yang menghancurkan otakku sampai sekarang. Bicara tentang perasaan, mungkin sesuatu yang berbanding terbalik dengan dirimu, maksudku otakmu atau maksudku otakku. Terkadang diriku yang gentlemen bisa jadi feminine karena perasaan. Dan hal terburuk dari diriku adalah benci untuk tidak gentle. Pada dasarnya bukan salah otakku ketika perasaan mempengaruhi, tapi akan lebih memalukan jika perasaan menjadikan otakku tidak seperti gentlemen.

Ini buruk, mungkin terlalu banyak bicara tentang diriku adalah karakter dari perasaanku. Sungguh ! menulis kondisimu dalam beberapa paragraph untuk menunjukan beberapa masalah dalam dirimu rasanya seperti wanita yang merengek didepan sahabatnya karena sesuatu yang disebut “cinta”, sangat berbau perasaan. Tapi jika aku tak menulis hal ini dalam beberapa kalimat yang mungkin panjang, maka ini akan menjadi permasalahan bagi otakku yang berharap jadi gentle tapi kalah dengan perasaan malas untuk berubah. Hahaha….

Baiklah, setelah aku mencoba memahami diriku lebih dalam. Akhirnya aku menemukan dua hal yang menjadikan beberapa masalah dalam hidupku, khususnya bagi otakku dan perasaanku, yaitu otak dan perasaan. Maksudku pikiran dan perasaan. Ketika aku sebagai perasaan adalah sesuatu yang cukup feminine namun tetap gentle melakukan sesuatu yang membosankan dan mungkin tak berharga, bisa jadi aku akan sangat terlihat lesu, lemah, bahkan agak gemulai. Menjijikan memang untuk pikiranku, tapi apa daya pikiranku adalah sesuatu yang maskulin, cuek, tegas walaupun sebenarnya “masa bodo”, cukup perfectionist tapi jauh dari kesempurnaan (karena kesempurnaan tanpa perasaan itu kaku).


Jadi untuk pertanyaan yang sederhana itu, mungkin pikiranku mencoba mengkambing hitamkan perasaan untuk menjelaskan siapa aku yang sebenarnya, padahal sesungguhnya aku adalah keduanya. Petanyaan yang mulai aku sadari, mengapa aku tak mengkui keduanya sebagai satu kesatuan ? (Boleh juga pemikiran itu). Jika aku katakana akulah keduanya maka aku adalah orang ketiga dari pikiran dan perasaan. Ya ! Aku…. Aku, pikiran dan perasaan. Aku rasa aku sudah terlalu berlebihan memikirkan tentang diriku untuk menjadi diriku sendiri. Hahahaha…..